Total Tayangan Halaman

Kamis, 25 Januari 2018

Ada Apa Dengan Perda Zakat ..??




Assalaamu’alaikum Wr Wb.
Hai Sahabat ....

Rasanya sudah lama saya nggak bikin tulisan di Blog ini, bukannya sok sibuk sih tapi memang untuk nulis yang rada ngilmiah itu nggak bisa asal nulis, tapi butuh waktu, konsentrasi dan paling penting butuh ide dan inspirasi. Hehehehe.. tulkan..??

Tulisan saya ini terinspirasi dari ceramah seorang ustadz yang sedang naik daun, ceramah beliau sering saya lihat di You Tube. Ustadz yang saya hormati dan saya cintai karena Allah ini dalam ceramahnya sering mendesak agar daerah-daerah baik itu di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota untuk membuat Paraturan Daerah (Perda) Syari’ah terutama Perda Zakat. Desakan yang tentu saja diamini jama’ahnya.

Di sisi lain, awal tahun ini pada tanggal 24 Januari 2018, Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan bahwa potensi zakat di Indonesia sebenarnya setara Rp.210 triliun. Namun, penghimpunan zakat pada 2016 baru Rp.5,2 triliun dan Rp.6 triliun pada 2017.
Waaww..!! selisih angka yang sangat fantastis tentunya. Bayangkan jika jumlah potensi zakat itu dapat terpenuhi, betapa kuatnya potensi ekonomi umat Islam di Indonesia.

Kemudian apakah tidak tercapainya potensi zakat ini kesalahan ditimpakan sepenuh pada tidak adanya Perda Syari’ah tentang Zakat..?? Kenapa seolah-olah Perda Zakat sangat sulit diwujudkan..?? Kenapa pemerintah daerah tidak pro umat Islam dalam hal ini...??



Ngebahas yang namanya Perda tentunya tidak boleh lepas dari ketentuan peraturan perundang-undangan di atasnya. Ayok kita kupas ..!! :

Regulasi  tentang Zakat sebenarnya sudah sangat lengkap, yaitu :
  • UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, 
  • PP Nomor 14 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,  
  • Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat Di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi  Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Dan Badan Usaha Milik Daerah  Melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
  • dan sejumlah Peraturan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang mendukung regulasi-regulasi tersebut.
Dalam Diktum Menimbang UU No. 23 Tahun 2011 menyebutkan "bahwa Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat". 
Dari frasa “zakat merupakan pranata keagamaan” maka mau tidak mau harus ditarik benang merah ke UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Di dalam Pasal 10 ayat (1) huruf f UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diatur bahwa agama merupakan salah satu urusan pemerintahan absolut yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

Nahh..!! dari hasil menarik benang merah ini dapat disimpulkan dari sisi kewenangan saja pemerintah daerah tidak dapat membentuk Perda Zakat karena urusan keagamaan termasuk zakat merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, sehingga tidak dapat diselenggarakan berdasarkan asas otonomi.
Selanjutnya Pemerintah membentuk BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan tugas Pengelolaan Zakat secara Nasional.  
Apa Fungsi BAZNAS ..??, menurut Pasal 3 PP No. 14 Tahun 2014 dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS menyelenggarakan fungsi :
  • perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
  • pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat
  • pengendalian pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat; dan
  • pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat
So... apa yang bisa dilakukan Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan penghimpunan zakat tanpa menabrak kewenangan..???

Tenaang Bro..!! karena pemerintah daerah punya kewenangan atribusi berdasarkan Pasal 15 dan Pasal 34  UU No.23 Tahun 2011, yaitu :
  • Pasal 15 memberi amanat kepada Gubernur dan Bupati mengusulkan pembentukan BAZNAS di daerah kepada Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk
  • Pasal 34 memberi amanat kepada Gubernur dan Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS di daerah dan LAZ sesuai kewenangannya
Disamping kewenangan di atas, melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2014, Gubernur dan Bupati diinstruksikan untuk melakukan koordinasi sesuai tugas dan fungsi masing-masing dengan Badan Amil Zakat Nasional dalam pengumpulan zakat di lingkup Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Daerah masing-masing, dengan cara antara lain:
  • melakukan sosialisasi dan penyebarluasan informasi mengenai zakat kepada seluruh pegawai/karyawan yang beragama Islam di lingkungan instansi masing-masing; dan
  • mendorong dan memfasilitasi pegawai/karyawan yang beragama Islam di lingkungan instansi masing-masing untuk membayar zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional.
Berdasarkan catatan regulasi tersebut diatas. Sebenarnya regulasi zakat sudah lengkap sebagai payung hukum Pengelolaan Zakat, dan Pemerintah Daerah dapat mendukung kesuksesan pelaksanaan zakat di wilayahnya dengan tidak perlu membuat Perda, tapi dengan mengoptimalkan kewenangan dan melaksanakan instruksi dari Pemerintah Pusat. 

Sehingga ketika muncul masalah kenapa pelaksanaan dan penerimaan zakat tidak maksimal, maka yang perlu dipertanyakan adalah sejauh mana keseriusan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan regulasi zakat yang ada.

Masyarakat melalui wakilnya di DPR dan DPRD dapat berperan serta dalam keberhasilan pengelolaan zakat dengan melakukan fungsinya di bidang pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan dan Instruksi Presiden sebagaimana dimaksud di atas.

Dengan demikian maka Perda Zakat tidak dapat dan sebenarnya tidak perlu dibuat, toh tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan pembuatan Perda. Yang lebih penting adalah :
  • Keseriusan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangan Pengelolaan Zakat melaui BAZNAS, sesuai regulasi zakat yang ada;
  • Optimalisasi, keberanian, kreatifitas dan inovasi BAZNAS dan LAZ dalam Pengelolaan Zakat;
  • Dan tak kalah pentingnya adalah peran serta dan kesadaran  umat Muslim se-Indonesia dalam menunaikan/membayar Zakat sebagai suatu kewajiban.
AYOO BAYAR ZAKAT-MU ...!!!

Terimakasih.
Wassalaamu’alaikum Wr Wb 





Yogyakarta, 25 Januari 2018