Setidaknya ada empat hal penting yang diperlukan untuk memberantas korupsi di Indonesia :
- Pemimpin yang memiliki komitmen terhadap reformasi kenegaraan secara luas dan pilihan kebijakan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan rakyat.
- Reformasi struktur perekonomian negara.
- Reformasi pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sektor publik.
- Partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan publik.
Keempat hal
tersebut di atas tidak akan efektif jika upaya penegakkan hukum tidak
dilaksanakan secara konsisten. Penegakan hukum relevan untuk digaris bawahi
karena pada dasarnya upaya penerapan good governance merupakan suatu kerangka
penegakan hukum tanpa campur tangan politik, dengan tujuan untuk menghindari
konflik kepentingan dan intervensi kekuasaan terhadap proses hukum. Kuatnya
intervensi pemerintah terhadap kekuasaan yudikatif membuat hukum menjadi tidak
ada artinya lagi.
Intervensi terhadap pengadilan oleh birokrat
dan politisi untuk kepentingan-kepentingan politiknya merupakan awal dimulainya
korupsidi lembaga peradilan Indonesia. Selain itu rendahnya gaji penegak hukum
dtenggarai sebagai penyebab hilangnya kemandirian dan independensi penegak
hukum serta mempercepat proses terjadinya korupsi di lembaga peradilan. Jika
ingin meniadakan atau mengurangi korupsi di lembaga peradilan setidak ada dua
hal yang harus kita perhatikan, yaitu :
- Adanya jaminan bahwa kondisi politik baik secara langsung atau tidak langsung tidak akan mempengaruhi karir penegak hukum yang bersifat imparsial, memutus perkara dengan jujur dan adil sesuai dengan hati nuraninya berdasarkan hukum yang berlaku, dengan kata lain adanya jaminan independensi penegak hukum.
- Sistem penggajian harus dibenahi dengan menggunakan merit system, yaitu penggajian bagi penegak hukum yang memadai seuai dengan martabat dan tanggung jawabnya yang berat sebagai penegak hukum.
Selain kedua hal
tersebut di atas, reformasi peradilan berupa penghayatan dan komitmen terhadap
kode etik profesi, moralitas, akuntabilitas penegak hukum disertai pengawasan
internal terhadap kinerja maupun perilaku penegak hukum, dan penyempurnaan
sistem rekruitmen penegak hukum harus dipenuhi untuk mewujudkan peradilan yang
bebas korupsi.
Saat
ini ketika supremasi hukum menempati kedudukan penting dalam pembangunan,
reformasi tidak hanya dilakukan untuk menegakkan independensi penegak hukum
saja, tetapi juga reformasi terhadap aturan, norma dan kaidah hukum itu
sendiri. Hal ini penting karena hukum sebagai aturan, norma dan kaidah akan
selalu mempunyai posisi khusus di tengah masyarakat dan akan memberikan dampak
bagi lingkungannya. Kondisi ini membuat setiap dinamika perubahan nilai, sikap
dan perilaku masyarakat harus dihadapi oleh hukum yang mampu mengikuti konsep,
orientasi dan berbagai permasalahan setiap saat dapat berubah dengan cepat. Selain
itu hukum juga harus dapat dengan cepat beradaptasi ke dalam iklim perubahan
ini agar tidak menjadi asing di mata masyarakatnya sendiri yang berakibat
turunnya citra hukum di mata masyarakat.
Apabila hukum terbuka terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia mengakomodasi segala permasalahan, maka hukum dapat bekerja dengan baik dan bersifat fleksibel.
Sebaliknya hukum akan menjadi antagonis atau berseberangan dengan masyarakat jika hukum tertutup dan tidak transparan, dengan kata lain hukum bersama dengan masyarakat berbuat sebagai kaidah dan normadalam pembentukan perilaku yang baik dan terkendali. Sehingga pada akhirnya hukumtidak hanya merupakan unsur “tekstual” yang dipandang dari kacamata undang-undang saja, namum juga mrupakan unsur kontekstual yang dapat dilihat dari prespektif yang lebih luas.
Apabila hukum terbuka terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia mengakomodasi segala permasalahan, maka hukum dapat bekerja dengan baik dan bersifat fleksibel.
Sebaliknya hukum akan menjadi antagonis atau berseberangan dengan masyarakat jika hukum tertutup dan tidak transparan, dengan kata lain hukum bersama dengan masyarakat berbuat sebagai kaidah dan normadalam pembentukan perilaku yang baik dan terkendali. Sehingga pada akhirnya hukumtidak hanya merupakan unsur “tekstual” yang dipandang dari kacamata undang-undang saja, namum juga mrupakan unsur kontekstual yang dapat dilihat dari prespektif yang lebih luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar