Di
Indonesia upaya yang menuntut peran aktif seluruh komponen bangsa ini untuk
melakukan pemberantasan korupsi bukanlah usaha yang mudah untuk dilakukan,
korupsi telah menyebar ke seluruh komponen bangsa termask anggota parlemen atau
politisi. Apalagi korupsi di tingkat elite cenderung merupakan masalah politis
dibanding masalah hukum. Sehingga mudah dipahami apabila ketiga pilar
penyelenggara negara tidak berdaya dalam menghadapi kasus-kasus korupsi, bahkan
melanggengkan budaya korupsi karena ketiganya juga pelaku korupsi.
Reformasi
politik di Indonesia selain dilakukan terhadap para politisi juga dilakukan
terhadap lembaga legislatif, karena keterkaitan yang erat antara keduanya dalam
proses politik. Para politisi pada dasarnya dipilih melalui proses pemilu untuk
menjaring politisi yang kredibel dan memiliki integritas sehingga mampu
menjalankan proses politik yang bersih dan responsif. Namun proses politik di
Indonesia terbukti tidak mampu melahirkan politisi-politisi yang memiliki
integritas sehingga mampu melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan
pemerintahan. Berbagai partai politik mendapatkan dana keuangan dari
individu-individu atau perusahaan tertentu, sehingga pada saat para donatur
tersebut mempunyai kepentingan yang mempengaruhi kebijakan mereka harus
memenuhinya meskipun harus mengorbankan kepentingan masyarakat.
Di
sisi lain banyak politisi yang merasa telah melakukan investasi ketika
mengeluarkan dana untuk partainya termasuk ketika melakukan kampanye, sehingga
ketika mereka memperoleh kekuasaan politis mereka berusaha dengan berbagai cara
untuk memperoleh pengembalian dari investasi yang telah dikeluarkannya,termasuk
memanfaatkan anggaran publik untuk kepentingannya sendiri, atau dengan memeras
pihak-pihak yang menginginkan keistimewaan dari kekuasaan yang dimilikinya.
Masyarakat
Indonesia saat ini mulai hilang kepercayaannya terhadap para politikus dan lembaga legisatif, bukan rahasia lagi
jika para anggota legsilatif baik di pusat maupun di daerah menerima bayaran
(suap) dalam menjalankan tugasnya. Lebih memprihatinkan lagi persetujuan atas
Undang-Undang atau Peraturan Daerah tidak lepas dari masalh suap menyuap ini
baik itu dari eksekutif maupun dari pihak-pihak yang berkepentingan atas
ditetapkannya peraturan perundang-undangan tersebut, hal ini tentunya sangat
memprihatinkan karena baik Undang-Undang maupun Peraturan Daerah merupakan
aturan, norma atau kaidah yang mengikat seluruh komponen bangsa. Keburukan
lembaga legislasi ini didukung dengan minimnya transparansi dan akuntabilitias
publik yang seharusnya dilakukan oleh lembaga legislatif itu sendiri.
Superioritas lembaga legislatif membuatnya
bisa melakukan apapun, kritikan-kritikan dan koreksi yang dilakukan oleh
publik, mahasiswa dan akademisi terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan
oleh lembaga itu hanya dianggap angin lalu saja.
Kondisi
di atas jelas sangat merugikan dalam upaya mewujudkan good governance, pada
akhirnya reformasi di bidang politik pun menjadi salah satu kunci untuk
mewujudkan good governance. Reformasi politik untuk pemberantasan korupsi dapat
dilakukan sekurang-kurangnya dengan :
- Pembatasan dan pembagian kekuasaan yang seimbang antarapihak pemerintah, swasta dan masyarakat dengan memperkuat rule of law.
- Pemberdayaan parlemen, khususnya dengan melakukan reformasi sistem pemilu, karena sistem pemilu yang diterapkan selama ini tidak menjamin akuntabilitas anggota parlemen.
- Pemberdayaan masyarakat, dengan pemberian akses terhadapinformasi kebijakan pemerintah sehingga kebijakan yang dibuat harus berdasarkan kepentingan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar