Meski agak
terlambat namun tidak salah apabila saya mengutip apa yang disampaikan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar pada Rapat
Koordinasi Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak di
Denpasar,
pada tanggal 21 Juni 2013. Ibu Linda menyampaikan
bahwa diperkirakan
20 persen dari tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri
menjadi korban perdagangan orang. Saat ini diperkirakan ada 6,5 juta hingga 9
juta TKI yang bekerja di luar negeri. Linda mengatakan, berdasarkan data dari
organisasi migrasi internasional (IOM), 70 persen dari modus perdagangan orang
di Indonesia berawal dari pengiriman TKI yang ilegal ke luar negeri. Pada
periode 2010 hingga 2012, IOM mencatat terdapat 1.180 korban yang telah
dipulangkan dan didampingi.
Berdasarkan hasil
pemantauan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hampir sebagian
besar daerah di Indonesia terindikasi sebagai daerah asal korban trafficking,
baik untuk dalam maupun luar negeri. Daerah tersebut meliputi, Nanggroe Aceh
Darrussalam, Sumatera, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Indonesia
juga menempati urutan ke-3 sebagai negara yang bermasalah dalam memberantas human
trafficking. Sekitar 30% prostitusi perempuan di Indonesia adalah perempuan
di bawah umur 18 tahun. Sebanyak 40.000 s/d 90.000 per tahun, anak Indonesia
menjadi korban kekerasan seksual. Perempuan dan anak Indonesia diperdagangkan
untuk eksploitasi seksual, yaitu di Asia dan Timur Tengah.
Human Trafficking atau Perdagangan orang adalah
salah satu bentuk modern dari perbudakan manusia yang merupakan perlakuan
terburuk terhadap harkat dan martabat manusia. Bertambah maraknya masalah perdagangan
orang di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara-negara yang sedang
berkembang lainnya, telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa,
masyarakat internasional, dan anggota organisasi internasional, terutama
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perbudakan
adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa
perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain
sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan
hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut
tidak menghendakinya.
Berdasarkan
bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi
korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk
tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup
bentuk eksploitasi yang lain,
Bentuk-bentuk
eksploitasi meliputi kerja paksa, atau pelayanan paksa, perbudakan, dan
praktik-praktik serupa perbudakan, kerja paksa atau pelayanan paksa adalah
kondisi kerja yang timbul, melalui cara, rencana, atau pola yang dimaksudkan
agar seseorang yakin bahwa jika ia tidak melakukan pekerjaan tertentu, maka ia
atau orang yang menjadi tanggungannya akan menderita baik secara fisik maupun
psikis.
Seiring dengan perkembangan jaman dimana
manusia semakin mengenal tingkat peradaban, dan juga semakin berkembangnya
hukum yang semakin memperhatikan unsur-unsur kemanusiaan maka praktek-praktek perdagangan
orang seperti perbudakan tersebut diatas semakin berkurang bahkan kalau boleh
dikatakan sekarang ini hampir tidak dikenal lagi. Namun fenomena yang terjadi
kemudian adalah bentuk-bentuk perdagangan orang yang justru semakin meningkat
dengan berbagai modus operandi yang terkadang sulit untuk dideteksi dan tindak
pidana perdagangan orang tersebut korbann utamanya adalah perempuan dan anak-anak.
Semakin maraknya tindak pidana perdagangan orang ini bahkan tidak hanya
melibatkan perorangan tapi juga korporasi dan acapkali justru para
penyelenggara negara menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya yang membuat
praktek perdagangan orang semakin merajalela. Jaringan pelaku perdagangan orang
bahkan memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi
juga antarnegara dengan menggunakan berbagai cara termasuk teknologi canggih.
Pada dasarnya gerakan
Feminisme lahir dari upaya untuk melakukan pembongkaran terhadap penindasan
wanita. Feminisme ini adalah basis teori dari gerakan pembebasan perempuan.
Pembebasan terhadap kaum wanita tersebut karena wanita disingkirkan secara
ekonomi. Di beberapa negara di dunia terutama di negara
berkembang dan negara terbelakang, perempuan hampir seluruhnya terkungkung di
dalam rumah, dirampas hak demokratis dan ekonominya, dan akhirnya menjadi
seorang pekerja seks sebagai korban penindasan laki-laki. Gerakan Feminisme percaya bahwa Opresi*
terhadap perempuan bukanlah hasil tindakan sengaja dari satu individu,
melainkan produk dari struktur politik, sosial, dan ekonomi tempat individu itu
hidup.
Gerakan Feminisme
menolak gagasan kaum radikal bahwa ‘biologi’ sebagai dasar pembedaan. penindasan
perempuan adalah bagian dari eksploitasi kelas dalam ‘relasi produksi’. Isu
perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik terhadap kapitalisme.
Menurut Gerakan Feminisme,
ketidaksetaraan kekayaan adalah penyebab pelacuran. Wanita sangat mungkin akan
memilih untuk “menjual tubuhnya” karena mereka membutuhkan uang, tanpa ada
”keahlian yang dapat mereka pasarkan”. Penganut Feminisme beranggapan bahwa
penyebab penindasan perempuan bersifat struktural (akumulasi kapital, dan
divisi kerja internasional). Yang membuat wanita menjadi subordinat adalah
karena basis material. Wanita tidak memberikan banyak kontribusi, berbeda
halnya dengan pria.
Seperti teori ekonomi
dan kemasyarakatan, Gerakan Feminisme menawarkan suatu
analisis bagi perempuan untuk mendapatkan kebebasan dari kekuatan yang
menekannya. Gerakan Feminisme menginginkan hal tersebut
sebagai suatu kenyataan. Bagaimanapun juga perempuan dan laki-laki harus dapat
bersama-sama membangun sistem dan peran sosial di dalam masyarakat. Dengan kata
lain, Gerakan Feminisme menghendaki adanya
kesetaraan gender antara wanita dan pria.
Adanya kesetaraan
gender ini, akan meminimalisir terjadinya perdagangan orang dan prostitusi.
Wanita diperlakukan dengan manusiawi, sama halnya dengan pria, Wanita bukan
sebagai komoditas bagi kaum pria. Sistem dalam penegakan hukum juga harus
ditingkatkan. Peran dan posisi perempuan di dalam masyarakat tidak akan berubah
jika cara pandang laki-laki, masyarakat, dan negara tetap dengan cara pandang
maskulin. Perempuan akan terus teropresi. Oleh karena itu, akses dan kontrol
perempuan harus dibuka dan diperluas pada semua aspek kehidupan.
Dalam melakukan perlindungan warga negara
Indonesia dari praktek perdagangan orang, Pemerintah telah menetapkan sejumlah
peraturan perundang-undangan, antara lain
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan Dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang; dan
- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2011 Tentang Kewaspadaan Dini Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Keberadaan peraturan
perundang-undangan tersebut di atas merupakan instrumen untuk melindungi
masyarakat khususunya wanita dan anak-anak dari bahaya perdagangan orang. Akan tetapi,
patutlah diwaspadai bahwa karakteristik perdagangan orang ini, bersifat khusus
dan merupakan extra ordinary
crime, karena banyak melibatkan aspek yang kompleks, dan bersifat transnasional organized crime, karena
melintasi batas-batas negara serta dilakukan oleh organisasi yang rapi dan
tertutup. Dengan demikian, strategi penanggulangan dan pemberantasannya harus
secara khusus pula. Oleh karena itu, diperlukan profesionalisme dan kehandalan
para penegak hukumnya untuk memahami ketentuan hukumnya dan melakukan penegakan
hukum yang konsisten dan berkesinambungan. Disamping dukungan masyarakat
melalui advokasi dan pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat, sehingga
diharapkan tindak pidana perdagangan orang ini dapat ditekan bahkan diberantas.
*) Opresi : suatu
tindakan dengan kekuatan yang dimilikinya dapat membuat sesuatu yang berada di
bawah opresi merasakan kesengsaraan dan penderitaan