Good governance sejalan dengan semangat reformasi yang menuntut transparansi dan akuntabilitas, kelemahan mencolok dalam proses penerapan good governance di Indonesia adalah yaitu tingginya angka korupsi, sehingga Indonesia sempat masuk dalam kategori salah satu negara terkorup di dunia. Dalam upaya untuk mencapai good governance, reformasi terhadap penyelengara negara merupakan proses penting yang wajib untuk dilakukan.
- Reformasi terhadap Birokrasi menekankan pentingnya sikap melayani para birokrat kepada masyarakat;
- Reformasi hukum menekankan pentingnya para pelaksana hukum mempunyai komitmen terhadaphukum sebagai norma, dan kaidah yang mengatur masyarakat ketika menghadapi berbagai perubahan yang terjadi di tengah masyarakat; sedangkan
- Reformasi politik menekankan pentingnya inegritas politisi dan lembaga legislatif untuk menekan berbagai tindak korupsi yang terjadi.
Dalam perkembangannya Indonesia “dipaksa” menerapkan good governance dalam menyusun kebijakan ekonomi dan politik sejalan dengan semangat reformasi yang menutut transparansi dan akuntabilitas dalam mewujudkan negara yang bersih dan responsif, berkembangnya masyarakat madani dan perkembangan bisnis yang bertanggung jawab.
Transparansi merupakan keterbukaan Pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumberdaya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi itu. Sedangkan akuntabilitas pada dasarnya merupakan pemberian informasidan pengungkapan semua aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Transparansi dan akuntabilitas diperlukan agar semua aktivitas publik dapat lebih dikontrol dan dipertanggungjawabkan khususnya dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi dan hak untuk didengar aspirasinya. Sehingga dalam pelaksanaannya, good governance mengandalkan rule of law, penentuan kebijakan yang transparan, pelaksanaan kebijakan yang bertanggungjawab, birokrasi yang berkualtas dan masyarakat yang cakap.
Di Indonesia kondisi sebagaimana dimaksud di atas bagai mimpi di siang bolong. Tingginya angka korupsi dikalangan penyelenggara negara (birokrat, penegak hukum dan politisi) menjadi kelemahan terbesar bagi negeri ini untuk mewujudkan good governance. Korupsi menjadikan kondisi ideal tersebut diatas menjadi terabaikan. Secara teoritis korupsi dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan korupsi disebabkan adanya regulasi dan otorisasi yang memungkinkan terjadinya penyelewengan, karakteristik tertentu dari perpajakan dan provisi atas barang dan jasa dibawah harga pasar. Sedangkan dari sisi penawaran karena adanya tradisi birokrasi yang cenderung korup, gaji birokrat yang rendah dan kontrol atas intitusi serta transparansi peraturan dan hukum yang tidak memadai. Sehingga bisa dikatakan bahwa korupsi selalu mengandung dua unsur :
- Penyalahgunaan kekuasan oleh para pejabat atau aparatur negara yang melampaui batas kewajaran hukum; dan
- Pengutamaan pribadi atau klien diatas kepentingan publik oleh para pejabat atau aparatur negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar